Perkembangan teknologi informasi termasuk internet di
dalamnya juga memberikan tantangan tersendiri bagi perkembangan hukum di
Indonesia. Hukum di Indonesia di tuntut untuk dapat menyesuaikan dengan
perubahan sosial yang terjadi. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa perubahan-perubahan
sosial dan perubahan hukum atau sebaliknya tidak selalu berlangsung
bersama-sama. Artinya pada keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin
tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta
kebudayaannya atau mungkin hal yang sebaliknya. Cyberlaw mungkin dapat
diklasifikasikan sebagai rejim hukum tersendiri, karena memiliki multi aspek;
seperti aspek pidana, perdata, internasional, administrasi, dan aspek Hak
Kekayaan Intelektual.
Ruang lingkup yang cukup luas ini membuat cyber law
bersifat kompleks, khususnya dengan berkembangnya teknologi. Dengan kemajuan
teknologi masyarakat dapat memberi kemudahan untuk berkomunikasi dan
berinteraksi dengan dunia. Seiring dengan kemajuan inipun menimbulkan berbagai
permasalahan, lahirnya kejahatan-kejahatan tipe baru, khususnya yang
mengugunakan media internet, yang dikenal dengan nama cyber crime, sperti
contoh di atas. Cyber crime ini telah masuk dalam daftar jenis kejahatan yang
sifatnya internasional berdasarkan United Nation Convention Againts
Transnational. Organized Crime (Palermo convention) Nopember 2000 dan
berdasarkan Deklarasi ASEAN tanggal 20 Desember 1997 di Manila.
Jenis-jenis kejahatan yang
termasuk dalam cyber crime diantaranya adalah :
1.Cyber-terrorism
National Police Agency of Japan (NPA) mendefinisikan cyber terrorism
sebagai electronic attacks through computer networks against critical
infrastructure that have potential critical effect on social and economic
activities of the nation.
2. Cyber-pornography
penyebaran obscene materials termasuk pornografi, indecent exposure, dan
child pornography.
3. Cyber Harrasment
pelecehan seksual melalui email, website atau chat programs.
4. Cyber-stalking
crimes of stalking melalui penggunaan computer dan internet.
5. Hacking
penggunaan programming abilities dengan maksud yang
bertentangan dengan hukum.
6. Carding
(credit card fund)
carding muncul ketika orang yang bukan pemilik kartu
kredit menggunakan kartu credit tersebut secara melawan hukum.
Dari kejahatan-kejahatan akan memberi implikasi terhadap tatanan social masyarakat yang cukup signifikan khususnya di bidang ekonomi. Mengingat bergulirnya juga era e-commerce, yang sekarang telah banyak terjadi.
Dari kejahatan-kejahatan akan memberi implikasi terhadap tatanan social masyarakat yang cukup signifikan khususnya di bidang ekonomi. Mengingat bergulirnya juga era e-commerce, yang sekarang telah banyak terjadi.
Ada beberapa ruang lingkup
cyberlaw yang memerlukan perhatian serius di Indonesia saat ini yakni;
1.Kriminalisasi Cyber
Crime atau kejahatan di dunia maya.
Dampak negatif dari kejahatan di dunia maya ini telah
banyak terjadi di Indonesia. Namun karena perangkat aturan yang ada saat ini
masih belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas, kejahatan ini
semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi. Kejahatan sebenarnya
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat.
Benar yang diucapankan Lacassagne bahwa masyarakat mempunyai penjahat sesuai
dengan jasanya . Betapapun kita mengetahui banyak tentang berbagai faktor
kejahatan yang ada dalam masyarakat, namun yang pasti adalah bahwa kejahatan
merupakan salah satu bentuk prilaku manusia yang terus mengalami perkembangan
sejajar dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
2.Aspek Pembuktian.
Saat ini sistem pembuktian hukum di Indonesia (khusunya
dalam pasal 184 KUHAP) belum mengenal istilah bukti elektronik/digital (digital
evidence) sebagai bukti yang sah menurut undang-undang. Masih banyak perdebatan khususnya antara akademisi dan
praktisi mengenai hal ini. Untuk aspek perdata, pada dasarnya hakim dapat
bahkan dituntun untuk melakukan rechtsvinding (penemuan hukum). Tapi untuk
aspek pidana tidak demikian. Asas legalitas menetapkan bahwa tidak ada suatu
perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan hukum yang mengaturnya (nullum
delictum nulla poena sine previe lege poenali) . Untuk itulah dibutuhkan adanya
dalil yang cukup kuat sehingga perdebatan akademisi dan praktisi mengenai hal
ini tidak perlu terjadi lagi.
3.Aspek Hak Atas
Kekayaan Intelektual di cyberspace
termasuk didalamnya hak Cipta dan Hak Milik Industrial
yang mencakup paten, merek, desain industri, rahasia dagang, sirkuit terpadu,
dan lain-lain.
4.Standardisasi di
bidang telematika
Penetapan standardisasi bidang telematika akan
membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan
teknologi informasi.
5.Aturan-aturan di
bidang E-Bussiness
termasuk didalamnya perlindungan konsumen dan pelaku
bisnis.
6.Aturan-aturan di
bidang E-Government
Apabila E-Government di Indonesia telah terintegrasi
dengan baik, maka efeknya adalah pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih
baik.
7.Aturan tentang
jaminan keamanan dan kerahasiaan Informasi
dalam menggunakan teknologi informasi.
8.Yurisdiksi hukum
cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek ini diabaikan.
Karena pemetaan yang mengatur cybespace menyangkut juga hubungan antar kawasan,
antar wilayah, dan antar negara. Sehingga penetapan yurisdiksi yang jelas
mutlak diperlukan.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka
memberikan payung hukum ruang cyber dengan mengesahkan Undang-undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU no 11 th 2008 tentang ITE) pada tgl 21 April
2008. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik memuat beberapa hal
yakni;masalah yurisdiksi, perlindungan hak pribadi, azas perdagangan secara e-comerce,
azas persaingan usaha usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen, azas-azas
hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan hukum Internasional serta azas Cyber
Crime .
Di tingkat Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa
melalui komisi khususnya, The United Nations Commissions on International Trade
Law (UNCITRAL), telah mengeluarkan 2 guidelines yang terkait dengan transaksi
elektronik, yaitu UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce with Guide to
Enactment 1996 dan UNCITRAL Model Law on Electronic Signature with Guide to
Enactment 2001. Sedangkan di Uni Eropa, dalam upaya mengantisipasi
masalah-masalah pidana di cyberspace, Uni Eropa mengadakan Convention on
Cybercrime yang didalamnya membahas jenis-jenis kejahatan apa saja yang
dikategorikan sebagai cyber crime. Di bdiang perdagangan elektronik, Uni Eropa
mengeluarkan The General EU Electronic Commerce Directive, Electronic Signature
Directive, dan Brussels Convention on Online Transactions. Aturan-aturan serupa
juga dikeluarkan lembaga-lembaga internasional seperti WTO, ASEAN, APEC dan
OECD .
Untuk negara-negara berkembang, Indonesia bisa
bercermin dengan negara-negara seperti India, Banglades, Srilanka Malaysia, dan
Singapura yang telah memiliki perangkat hukum di bidang cyberlaw atau terhadap
Armenia yang pada akhir tahun 2006 lalu telah meratifikasi Convention on
Cybercrime and the Additional Protocol to the Convention on Cybercrime
concerning the criminalisation of acts of a racist and xenophobic nature
committed through computer system. Indonesia masih tertinggal jauh jika
dibandingkan dengan Negara-negara Asia lainnya apalagi jika dibandingkan dengan
negara-negara Uni Eropa yang telah memiliki perangkat hukum lengkap di bidang
cyberlaw.
Untuk membangun pijakan hukum yang kuat dalam mengatur
masalah-masalah hukum di ruang cyber (internet) diperlukan komitmen kuat
pemerintah dan DPR. Namun yang lebih penting lagi selain komitmen adalah bahwa
aturan yang dibuat tersebut yaitu UU ITE merupakan produk hukum yang adaptable
terhadap berbagai perubahan khususnya di bidang teknologi informasi. Kunci dari
keberhasilan pengaturan cyberlaw adalah riset yang komprehensif yang mampu
melihat masalah cyberspace dari aspek konvergensi hukum dan teknologi.
Kongkretnya pemerintah dapat membuat laboratorium dan pusat studi cyberlaw di
perguruan-perguruan tinggi dan instansi-instansi pemerintah yang dianggap
capable di bidang tersebut. Laboratorium dan pusat studi cyberlaw kemudian
bekerjasama dengan Badan Litbang Instansi atau Perguruan Tinggi membuat riset
komprehensif tentang cyberlaw dan teknologi informasi. Riset ini tentu saja
harus mengkombinasikan para ahli hukum dan ahli teknologi informasi. Hasil dari
riset inilah yang kemudian dijadikan masukan dalam menyusun produk-produk
cyberlaw yang berkualitas selain tentunya masukan dari pihak-pihak lain seperti
swasta, masyarakat, dan komunitas cyber.
Selain hal tersebut hal paling penting lainnya adalah
peningkatan kemampuan SDM aparatur hukum di bidang Teknologi Informasi mulai
dari polisi, jaksa, hakim bahkan advokat khususnya yang menangani
masalah-masalah ini. Penegakan hukum di bidang cyberlaw mustahil bisa
terlaksana dengan baik tanpa didukung SDM aparatur yang berkualitas dan ahli di
bidangnya.
CYBERCRIME DAN
CYBERLAW
Cybercrime dapat diartikan sebagai kegiatan illegal
dengan perantara computer atau peralatan lainnya teknology yang mendukung
sarana teknology seperti handphone,smartphone dan lainnya yang dapat dilakukan
melalui jaringan elektronik global, atau suatu upaya memasuki/ menggunakan
fasilitas computer/ jaringan computer tanpa ijin dan melawan hukum atau tanpa
menyebabkan perubahan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang dimasuki atau
digunakan tersebut atau kejahatan yang dengan menggunakan sarana media
elektronik internet (merupakan kejahatan dunia alam maya) atau kejahatan
dibidang komputer, dan terdapat difinisi yang lain yaitu sebagai kejahatan
komputer yang ditujukan kepada sistem atau jaringan komputer, yang mencakup
segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan bantuan sarana media elektronik
internet.
Dengan demikian Cyber Crime merupakan suatu tindak
kejahatan didunia alam maya, yang dianggap betentangan atau melawan
undang-undang yang berlaku. Perbedaannya dengan kejahatan konvensional dapat
dilihat dari dari kemampuan serbaguna yang ditampilkan akibat perkembangan
informasi dan technology komunikasi yang semaken canggih .
Contoh : komunikasi melalui internet membuat pelaku kejahatan
lebih mudah beraksi melewati batas Negara untuk melakukan kejahatannya
tersebut. Internet juga membuat kejahatan semaken terorganisir dengan
kecanggihan technology guna mendukung dan mengembangkan jaringan untuk
perdagangan obat, pencucian uang, perdagangan senjata illegal , penyelundupan ,
dll.
Konggres PBB ke 10 mengenai
pencegahan kejahatan dan penanganan pelaku tindak pidana, yang membahas isu
mengenai kejahatan yang berhubungan dengan jaringan computer, membagi cybercrime menjadi 2
kategori :
1. Cybercrime dalam
arti sempit ( computer crime ): setiap perilaku ilegal yang ditujukan dengan sengaja
pada operasi elektronik yang menargetkan system keamanan computer dan data yang
diproses oleh system computer tersebut , atau singkatnya tindak pidana yang
dilakukan dengan menggunakan technology yang canggih
2. Cybercrime dalam arti
luas ( computer related crime atau kejahatan yang berkaitan dengan computer ) : setiap perilaku illegal yang dilakukan dengan maksud
atau berhubungan dengan system computer atau jaringan , atau singkatnya tindak
pidana apa saja yang dilakukan dengan memakai computer ( hardware dan software
) sebagai sarana atau alat, computer sebagai objek baik untuk memperoleh
keuntungan atau tidak, dengan merugikan pihak lain.
KARAKTERISTIK CYBERCRIME
1. Karena kecanggihan cyberspace , kejahatan dapat dilakukan dengan cepat
bahkan dalam hitungan detik .
2. Karena cyberspace tidak terlihat secara fisik, maka interaksi baik
individu maupun kelompok terjadi, sehingga pemikiran yang dianggap illegal
diluar dunia cyber dapat disebarkan ke masyarakat melalui dunia cyber.
3. Karena dunia cyber yang universal, memberikan kebebasan bagi seseorang
mempublikasikan idenya termasuk yang illegal seperti muncul bentuk kejahatan
baru, seperti cyberterrorism.
4. Karena cyberspace tidak
dalam bentuk fisik, maka konsep hokum yang digunakan menjadi kabur. Misalnya
konsep batas wilayah Negara dalam system penegakan hokum suatu Negara menjadi
berkurang karena keberadaan dunia cyber dimana setiap orang dapat berinteraksi
dari berbagai tempat di dunia.
5. Karena dilakukan di
dunia maya atau non fisik, maka tidak meninggalkan jejak berupa catatan atau
dokumen fisik dalam bentuk kertas ( paperless ), akan tetapi semua jejak hanya
tersimpan dalam komputer dan jaringannya tersebut dalam bentuk data atau
informasi digital ( log files )
Keberadaan dunia cyber sekarang menjadi urusan dunia
internasional dan bukan hanya menjadi urusan domestic suatu Negara lagi, karena
pengaruh yang ditimbulkan dapat menimpa siapa saja , kapan saja dan dimana saja
. Misal penyebaran virus “ I Love You “ pada tahun 2000 yang meluas ke 45
juta system jaringan di dunia dan membuat kerugian sekitar 10 milyard dollar US
( Schmidt, 2006: 123-124 ). Hal tersebut menandakan bahwa cybercrime bersifat
global dalam artian akibat yang ditimbulkan tidak terbatas dalam satu wilayah
suatu Negara saja.
Dengan menggunakan technology computer dan komunikasi
, dalam hal ini jaringan komputer melalui media internet , cybercrime dapat
dilakukan dari berbagai tempat yang terpisah dengan korbannya . Bahkan korban
dan pelaku cybercrime dapat berasal dari negara yang berbeda . Sehinnga
cybercrime seringkali bersifat borderless ( tanpa batas wilayah ) bahkan
transnasional ( lintas batas Negara ). Disamping itu cybercrime tidak
meninggalkan jejak berupa catatan atau dokumen fisik dalam bentuk kertas (
paperless ), akan tetapi semua jejak hanya tersimpan dalam komputer dan
jaringannya tersebut dalam bentuk data atau informasi digital ( log files ) .
Karekteristik karateristik inilah yang membedakan cybercrime dengan jenis
kejahatan lainnya yang bersifat konvensional .
PERBEDAAN ANTARA
CYBERCRIME DENGAN KEJAHATAN KONVENSIONAL
Cybercrime
1. Terdapat penggunaan technology informasi
2. Alat bukti digital
3. Pelaksanaan kejahatan
: non fisik ( cyberspace )
4. Proses penyidikan
melibatkan laboratorium forensic komputer
5. Sebagian proses penyidikan dilakukan : virtual undercover
6. Penanganan komputer
sebagai TKP ( crime scene )
7. Dalam proses persidangan, keterangan ahli menggunakan ahli TI .
Kejahatan konvensional
1. Tidak ada penggunaan TI secara langsung
2. Alat bukti : bukti
fisik ( terbatas menurut pasal 184 KUHAP )
3. Pelaku dan korban
biasanya berada dalam satu tempat
4. Pelaksanaan penyidikan melibatkan laboratorium komputer
5. Proses penyidikan
dilakukan di dunia nyata
6. Tidak ada penanganan
komputer sebagai TKP
7. Dalam proses
persidangan, keterangan ahli tidak menggunakan ahli TI
Kategorisasi cybercrime
1. Kejahatan dengan kekerasan atau secara potensial mengandung kekerasan
seperti : cyberterrorism ( teroris internet ), assault by threat ( serangan
dengan ancaman ), cyberstalking ( penguntitan di internet ) dan child
pornography ( pornografi anak ) .
2. Kejahatan komputer tanpa kekerasan , meliputi : cybertrepass ( memasuki
jaringan komputer tanpa adanya otorisasi atau wewenang tapi tidak merusak data
di jaringan komputer tersebut ), cybertheftau pencurian dengan komputer atau
jaringan ), cyberfraud ( penipuan di internet ), destructive cybercrime (
kegiatan yang mengganggu jaringan pelayanan ) dan other nonviolent cybecrime
Contoh contoh kategori cybercrime :
a. Dengan kekerasan atau potonsial mengandung kekerasan :
1) Terorisme internet ( cyberterrorism
): situs anshar.net, situs yang digunakan oleh kelompok teroris
Noordin.M.Topuntuk menyebar luaskan paham terorisme, yang didalamnya
termuat cara cara melakukan terror, seperti melakukan pengeboman,
menentukan lokasi terror, mengenali jenis jenis bahan bahan peledak dan
senjata. Selain itu situs ini juga menyebarkan orasi Noordin M.Top serta
penayangan adegan pelaku bom bunuh diri.
2) Serangan dengan ancaman ( assault
by threat ) : Dilakukan dengan email, dimana pelaku membuat orang takut dengan
cara mengancam target atau orang yang dicintai target
3) Penguntitan di
internet ( cyberstalking ) : Pelecehan seksual melalui internet yang
menciptakan ketidaknyamanan dapat berkembang menjadi ancaman fisik dan
menciptakan trauma mendalam pada diri korban. Ancaman tersebut dapat meningkat menjadi penguntitan
di dunia nyata dan perilaku kekerasan.
4) Pornografi anak (
Child Pornography ): ini adalah suatu bentuk kejahatan, karena kekerasan
seksual terhadap anak-anak dilakukan untuk menghasilkan materi pornografi dan
karena orang orang-orang yang tertarik melihat materi-materi ini sering kali
tidak cukup membatasi ketertarikan mereka hanya pada gambar-gambar dan khayalan
saja ,tetapi juga melakukannya dengan secara nyata , seperti pedofilia
b. Tidak
mengandung kekerasan :
1) Cybertrespass
Pelaku gemar mengamati program yang ada di system di
komputer orang lain dan website yang dikunjungi orang lain .Walaupun tidak
dapat dibuktikan adanya kerusakkan atau kerugian , pelaku ini dapat dikenakan
tindak pidana karena telah memasuki suatu system komputer tanpa ijin pemilik
.
-
Joykomputing, adalah
orang yang menggunakan komputer dengan tidak sah tanpa ijin dan
menggunakannya melampaui wewenang yang diberikan.
-
Cyber infringements
of privacy . Selain memasuki tanpa ijin, kejahatan ini biasa ditujukan terhadap
informasi pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi secara
computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan
korban secara materiil maupun immaterial, seperti nomer kartu kredit ,PIN ATM,
cacat atau penyakit tersembunyi, dan sebagainya. Kejahatan seperti ini dalam
dunia perbankan dikenal dengan istilah typo site. Pelaku kejahatan membuat nama
situs palsu yang sama persis dengan situs asli dan membuat alamat yang mirip
dengan situs asli. Pelaku menunggu kesempatan jika ada korban salah
mengetikkan alamat dan tersesat di situs palsu buatannya. Jika hal ini terjadi
maka pelaku akan memperoleh informasi user ID dan password korbannya , dan
dapat dimanfaatkan untuk merugikan korban .
2) Cybertheft
beberapa kegiatan yang dikategorikan cybertheft :
embezzlement (penggelapan uang atau property yang dipercayakan orang lain
kepada pelaku melalui komputer, karyawan dapat memanipulasi data melalui
komputer), unlawfulappropriation (pelaku tidak mendapat kepercayaan terhadap
barang berharga tersebut, namun pelaku memperoleh akses dari luar organisasi
dan mentransfer dana, serta mengubah dokumen sehingga pelaku berhak atas
property yang sebenarnya tidak ia miliki), corporate/ industrial espionage
(mencuri rahasia dagang), plagiat (pencurian hasil kerja orang lain), pembajakan (piracy) mengcoppy secara tidak
sah perangkat lunak seni,film, music atau apapun yang dilindungi dengan hak
cipta), identity theft (tindakan pelaku menggunakan komputer untuk mendapatkan
data pribadi korban agar dapat digunakan untuk melakukan kejahatan), DNS
cache poisoning (melakukan pencegatan untuk menyusup memasuki isi DNS cache
komputer guna mengubah arah transmisi jaringan ke server pelaku), data diddling
(pengubahan data sebelum dan atau setelah data dimasukkan/input dan atau
dikeluarkan/input), electronic piggybackin (menyembunyikan terminal atau alat
penghubung ke dalam system komputer secara diam diam, agar ketika komputer
tidak digunakan, melalui terminal tersebut data bisa dipelajari dan ditransfer
untuk kemudian dicuri), teknik salami, (penggelapan uang nasabah dengan tidak terlalu banyak
pada bank), penyalahgunaan kartu kredit dan kartu debet, kebocoran data
(data leakage) yaitu pembocoran data rahasiayang dilakukan dengan cara menulis
data rahasia tersebut ke dalam kode-kode tertentu, sehingga data dapat dibawa
keluar tanpa diketahui pihak berwenang.
3) Cyberfraud
(penipuan di internet)
E-commerce membuka peluang bagi terjadinya tindak pidana penipuan.
4) Destructive cybercrimes
semua kegiatan yang menggangu jaringan pelayanan. Data dirusak dan atau
dihancurkan, bukan dicuri atau disalahgunakan, seperti: hacking ke dalam
jaringan dan menghapus data atau program files, hacking ke dalam web server dan
melakukan perusakan pada webpage. Dalam dunia perbankan , tindakan tersebut
dinamakan denial of service, dilakukan dengan cara mengirimkan data dalam
jumlah yang sangat besar dengan maksud untuk melumpuhkan atau merusak system
sasaran. Setelah memasuki
system, hacker dapat menyebarkan virus yaitu program yang dapat merusak
jaringan komputer. Adapula worm, yaitu program yang dapat berpindah melalui
jaringan dari komputer yang satu ke komputer yang lain. Worm dapat menggandakan
dirinya dan menyebar melalui suatu jaringan. Perbedaan antara virus dan worm
belum jelas. Pada dasarnya istilah worm digunakan untuk menggambarkan kode yang
menyerang system jaringan sedangkan virus adalah program yang menggandakan
dirinya dalam suatu komputer. Tujuan utama worm adalah menggandakan diri. Pada
mulanya digunakan untuk mengerjakan tujuan tertentu dalam manajemen, namun
kemampuan mereka menggandakan diri disalahgunakan oleh hacker yang menciptakan
worm berbahaya yang dapat menyebar luas dan juga dapat mengeksploitasi
kelemahan system operasi dan melakukan perusakan. Bisa juga perusakan dilakukan
dengan memasukkan program yang tidak berbahaya dan sah tetapi di dalamnya
terdapat kode jahat ( malicious code ) tersenbunyi yang disebut Trojan horse.
Trojan horse merupakan pintu masuk dari virus dan worm ke komputer atau
jaringan komputer. Trojan horse dapat menambah, mengurangi, atau mengubah data
atau instruksi pada sebuah program, sehingga program tersebut selain
menjalankan tugas yang sebenarnya juga akan melaksanakan tugas lain yang tidak
sah. Trojan horse juga dapat membuat data atau instruksi pada sebuah program
menjadi tidak terjangkau, sehingga data atau instruksi itu dapat hilang untuk
memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok .
Contoh : Programmer suatu bank telah mengubah program sehingga
perhitungan bunga nasabah bank akan dikurangi beberapa sen untuk dimasukkan ke
dalam rekening bank milik programmer. Para korban biasanya tidak menyadari
kecurangan yang dilakukan programmer tersebut. Biasanya para nasabah selalu
kesulitan dalam menghitung bunga uangnya, apalagi hasil perhitungannya selisih
beberapa sen saja, mereka biasanya tidak peduli.
c. Kejahatan komputer non
kekerasan lainnya ( other nonviolent cybercrimes )
1. Iklan internet prostitusi ( cyber prostitute
Ads )
2. Perjudian di internet ( cybergambling )
3. Penjualan obat dan narkotika di internet ( cyber
drugs sales )
4. cyberlaundering ( menyembunyikan uang yang
diperoleh dari suatu perbuatan illegal ). Pencucian uang ataumoney laundering
yaitu memproses uang kotor/haram menjadi asset yang sah atau investasi dengan
cara melalui berbagai transaksi untuk menyamarkan darimana sebenarnya uang itu
berasal dan membuatnya seolah olah berasal dari sumber yang legal .
1) Placement (
penempatan ) : proses awal menempatkan uang hasil kejahatan ke sumber yang legal, misalnya rekening bank .
2) Layering : proses memindahkan asset ke dalam berbagai transaksi untuk
menyamarkan siapa pemilik dan darimana sumber uang haram tersebut.
3) Integration : Memasukkan uang tersebut ke dalam berbagai kegiatan
ekonomi untuk menghilangkan keaslian sumber uang haram tersebut (
Grabosky dan Smith, 1998:175 )
5) Cybercontraband
Kejahatan cyber yang berkaitan dengan data yang dilarang untuk dimiliki
atau dikirimkan kepada masyarakat luas. Misal: software yang dirancang untuk
memecahkan kode pengaman suatu software yang diproteksi sesuai dengan haki yang
dimiliki oleh pemilik atau perusahaan pembuat atau pemilik software tersebut .
Software semacam ini dilarang karena melanggar hak dari pembuat atau pemilik
software tersebut.
CYBERLAW
Oleh karenanya untuk menegakkan hukum serta menjamin kepastian hukum di
Indonesia perlu adanya Cyber Law yaitu Hukum yang membatasi kejahatan siber
(kejahatan dunia maya melalui jaringan internet), yang dalam Hukum
Internasional terdapat 3 jenis Yuridis yaitu( The Juridiction to
Prescribe)Yuridis untuk menetapkan undang-undang, (The Juridicate to Enforce)
Yuridis untuk menghukum dan (The Jurisdiction to Adjudicate)Yuridis untuk
menuntut. The Jurisdiction to Adjudicate terdapat beberapa asas yaitu :
a. Asas Subjective Territorial yaitu berlaku hukum berdasarkan tempat
pembuatan dan penyelesaian tindak pidana dilakukan di Negara lain,
b. Asas Objective Territorial yaitu hukum yang berlaku adalah akibat
utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak kerugian bagi Negara yang
bersangkutan
c. Asas Natonality adalah hokum berlaku berdasarkan
kewarganegaraan pelaku
d. Asas PassiveNatonality adalah Hukum berlaku berdasarkan
kewarganegaraan korban
e. Asas Protective Principle adalah berlakunya berdasarkan atas
keinginan Negara untuk melindungi kepentingan Negara dari kejahatan yang
dilakukan diluar wilayahnya
f. Asas Universality adalah yang berlaku untuk lintas Negara
terhadap kejahatan yang dianggap sangat serius seperti pembajakan dan terorisme
(crime against humanity).
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber
atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional
digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan
perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum
informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi
(law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan
hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang
dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam
lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi
berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat
secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika
terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara
elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan
perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik selain
mengatur tentang pemanfaatan teknologi informasi juga mengatur tentang
transaksi elektronik, Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media
elektronik lainnya. Bahwa didalam penerapannya, UU No 11 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik ini masih ada kendala-kendala teknis. UU RI tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik no 11 th 2008, yang terdiri dari 54
pasal dan disahkan tgl 21 April 2008, dipersepsikan sebagai cyberlaw di
Indonesia, yang diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet (siber),
termasuk didalamnya memberi punishment terhadap pelaku cybercrime. Nah kalau
memang benar cyberlaw, perlu kita diskusikan apakah kupasan cybercrime sudah
semua terlingkupi?
Di berbagai literatur, cybercrime dideteksi dari dua sudut pandang:
1.Kejahatan yang Menggunakan Teknologi Informasi Sebagai Fasilitas: Pembajakan, Pornografi, Pemalsuan/Pencurian Kartu Kredit, Penipuan Lewat
Email (Fraud), Email Spam, Perjudian Online, Pencurian Account Internet,
Terorisme, Isu Sara, Situs Yang Menyesatkan, dsb.
2.Kejahatan yang Menjadikan Sistem Teknologi Informasi Sebagai
Sasaran: Pencurian Data Pribadi, Pembuatan/Penyebaran Virus
Komputer, Pembobolan/Pembajakan Situs, Cyberwar, Denial of Service (DOS), Kejahatan
Berhubungan Dengan Nama Domain, dsb.
Cybercrime menjadi isu yang
menarik dan kadang menyulitkan karena:
-
Kegiatan dunia cyber tidak dibatasi oleh
teritorial negara
-
Kegiatan dunia cyber
relatif tidak berwujudSulitnya pembuktian karena data elektronik relatif mudah
untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirimkan ke seluruh belahan dunia dalam
hitungan detik
-
Pelanggaran hak cipta
dimungkinkan secara teknologi
- Sudah tidak
memungkinkan lagi menggunakan hukum konvensional. Analogi masalahnya adalah mirip
dengan kekagetan hukum konvensional dan aparat ketika awal mula terjadi
pencurian listrik. Barang bukti yang dicuripun tidak memungkinkan dibawah ke
ruang sidang. Demikian dengan apabila ada kejahatan dunia maya,
pencurian bandwidth, dsb
Contoh gampangnya rumitnya cybercrime dan cyberlaw:
-
Seorang warga negara Indonesia yang berada
di Australia melakukan cracking sebuah server web yang berada di Amerika, yang
ternyata pemilik server adalah orang China dan tinggal di China. Hukum mana
yang dipakai untuk mengadili si pelaku?
- Seorang mahasiswa Indonesia di Jepang,
mengembangkan aplikasi tukar menukar file dan data elektronik secara online.
Seseorang tanpa identitas meletakkan software bajakan dan video porno di server
dimana aplikasi di install. Siapa yang bersalah? Dan siapa yang harus diadili?
- Seorang mahasiswa Indonesia di Jepang,
meng-crack account dan password seluruh professor di sebuah fakultas. Menyimpannya dalam sebuah direktori publik, mengganti
kepemilikan direktori dan file menjadi milik orang lain. Darimana polisi harus bergerak?
INDONESIA DAN CYBERCRIME
Paling tidak masalah cybercrime di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Indonesia meskipun dengan penetrasi
Internet yang rendah (8%), memiliki prestasi menakjubkan dalam cyberfraud
terutama pencurian kartu kredit (carding). Menduduki urutan 2 setelah Ukraina
(ClearCommerce)
- Indonesia menduduki peringkat 4 masalah
pembajakan software setelah China, Vietnam, dan Ukraina (International Data
Corp)
-
Beberapa cracker Indonesia tertangkap di
luar negeri, singapore, jepang, amerika, dsb
- Beberapa kelompok cracker Indonesia
ter-record cukup aktif di situs zone-h.org dalam kegiatan pembobolan (deface)
situs
-
Kejahatan dunia cyber hingga pertengahan
2006 mencapai 27.804 kasus (APJII)
- Sejak tahun 2003 hingga kini, angka
kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar per tahun (AKKI)
-
Layanan e-commerce di
luar negeri banyak yang memblok IP dan credit card Indonesia. Meskipun
alhamdulillah, sejak era tahun 2007 akhir, mulai banyak layanan termasuk payment
gateway semacam PayPal yang sudah mengizinkan pendaftaran dari Indonesia dan
dengan credit card Indonesia
Indonesia menjadi tampak tertinggal dan sedikit
terkucilkan di dunia internasional, karena negara lain misalnya Malaysia,
Singapore dan Amerika sudah sejak 10 tahun yang lalu mengembangkan dan
menyempurnakan Cyberlaw yang mereka miliki. Malaysia punya Computer Crime Act
(Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta
Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan
Digital) 1997. Singapore juga sudah punya The Electronic
Act (Akta Elektronik) 1998, Electronic Communication Privacy Act (Akta Privasi
Komunikasi Elektronik) 1996. Amerika intens untuk memerangi child pornography
dengan: US Child Online Protection Act (COPA), US Child Pornography Protection
Act, US Child Internet Protection Act (CIPA), US New Laws and Rulemaking.
Jadi kesimpulannya, cyberlaw adalah kebutuhan kita bersama. Cyberlaw akan
menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para akademisi dan
masyarakat secara umum, sehingga harus kita dukung. Nah masalahnya adalah
apakah UU ITE ini sudah mewakili alias layak untuk disebut sebagai sebuah
cyberlaw? Kita analisa dulu sebenarnya apa isi UU ITE itu.
MUATAN UU ITE
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik
perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia
menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan
budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat
ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi
peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi
sarana efektif perbuatan
melawan hukum
Mengingat sebelumnya ada beberapa fase-fase global yang berkembang sesuai
dengan perubahaan zaman, fase yang pertama adalah berawal dari bercocok tanam
(agraria), fase yang kedua adalah fase industi atau revolusi Prancis, fase yang
ketiga adalah masuk kedalam fase komunikasi seperti pemakaian telephone, dan
fase yang keempat yaiu teknologi informasi seperti cara memperbaharui orang
berkomunikasi. Dan fase keempat inilah yang sedang kita hadapi sekarang. Oleh
karena itu, teknologi juga mempengaruhi budaya (culture) yang ada di masyarakat
sehingga ketika ada suatu perubahan dalam masyarakat maka ada suatu pengaruh
terhadap pola pikir masyarakat dan perbedaan budaya mempengaruhi pula moral
masyarakat itu sendiri, dalam hal ini hukumlah yang sangat berperan dalam
mengatur pola perilaku masyarakat, sesuai dengan pernyataan ubi soceitas ibi
ius (di mana ada masyarakat disitu ada hukum) dan sampai sekarang masih relevan
untuk dipakai. Dalam masyarakat yang tradisional pun pasti ada hukum dengan
bentuk dan corak yang sesuai dengan tingkat peradaban masyarakat tersebut. Suatu
masyarakat tanpa hukum tidak akan pernah menjadi masyarakat yang baik.
Hukum mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai Sarana pengendalian
masyarakat (a tool of social control), Sarana pemelihara masyarakat (a tool of
social maintenance), Sarana untuk menyelesaikan konflik (a tool of dispute
settlement), Sarana pembaharuan/ alat merekayasa masyarakat (a tool of social
engineering, Roscoe Pound). Dari fungsi-fungsi hukum tersebutlah pemerintah
sebagai penjamin kepastian hukum dapat menjadi sarana pemanfaatan teknologi
yang modern. Sebagai salah satu bukti nyata adalah dibuatnya suatu kebijakan
dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ada hal pokok yang bisa kita pegang dalam
Undang-Undang ini.
Dalam Undang-Undang ini pada Pasal 1 yang dimaksud
dengan:
1. Informasi Elektronik
adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,
electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi
adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan
informasi.
4. Dokumen Elektronik
adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,
dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang
memiliki makan atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik
adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik
yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi
Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem
Elektronik
adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem Elektronik
adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih,
yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
8. Agen Elektronik
adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang
dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik
tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
9. Sertifikat Elektronik
adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat
Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para
pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik
adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang
layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan
adalah lembaga independen yang dibentuk oleh
profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan
kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi
Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik
adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi
Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi
Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan
adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait
dengan Tanda Tangan Elektronik.
14. Komputer
adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik,
optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan
penyimpanan.
15. Akses
adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem
Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16. Kode Akses
adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau
kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
17. Kontrak Elektronik
adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui
Sistem Elektronik.
18. Pengirim
adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19. Penerima
adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
20. Nama Domain
adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang,
Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi
melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik
untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
21. Orang
adalah orang perseorangan, baik warga negara
Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
22. Badan Usaha
adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan
persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah
adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh
Presiden.
Untuk siapakah undang-undang ini berlaku ?? Dalam
Pasal 2 mengungkapkan Undang- undang ini berlaku untuk setiap Orang yang
melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang
berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
ASAS-ASAS
Di dalam UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik pada pasal 3 terdiri atas asas-asas sebagai berikut :
a. Asas Kepastian Hukum Landasan hukum bagi pemanfaatan teknologi informasi
dan transaksi elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya
yang mendapat Pengakuan Hukum di dalam dan diluar pengadilan
b. Asas Manfaat Asas bagi pemanfaatan teknologi informasi dan
transaksi elektronik diupayakan untuk mendukung proses informasi sehingga dapat
meningkatkan kesejahtraan masyarakat
c. Asas kehati-hatian
d. Asas iktikad baik, dan
e. Asas kebebasan memilih
teknologi atau netral teknologi.
Menilik Pasal 4, pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik bisa dilaksanakan asal bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelayanan publik, membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap
Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab.
Terakhir, memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.
Sedangkan dalam Pasal 5 mengatur bahwa Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan :
a. Alat bukti hukum yang sah sesuai dengan Hukum Acara
yang berlaku di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ini, kecuali
b. surat yang menurut
Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
c. surat beserta
dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril
atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga
menerangkan suatu keadaan ( pasal 6 ), dan setiap Orang yang menyatakan
hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan
adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari
Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
( pasal 7 )
Untuk waktu pengiriman dan penerimaan yang diatur pada
pasal 8 :
1) Kecuali diperjanjikan lain,
Waktu pengiriman suatu Informasi
Elektronik dan atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke
suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah
memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
Waktu penerimaan suatu Informasi
Elektronik dan atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang
berhak.
2) Dalam hal Penerima
telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi
Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
3. Dalam hal terdapat
dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu
pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan
adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem
informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
Sementara itu, bagi pelaku usaha yang menawarkan
produk melalui Sistem Elektronik ada pula payung hukumnya. Yakni, harus menyediakan informasi yang lengkap dan
benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
Hal itu diatur dalam Pasal 9. Sertifikasi keandalan
dapat dilakukan oleh lembaga Sertifikasi Keandalan untuk setiap pelaku usaha
yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik ( pasal 10 ), sedangkan
pengaturan terkait tanda tangan elektronik dan pennyelenggara serftifikasi
elektronik diatur dalam pasal 11- 14 ) , yaitu :
1) Tanda Tangan
Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda
Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b. data pembuatan Tanda
Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada
dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan
terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan
dapat diketahui;
d. segala perubahan
terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik
tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara
tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f. terdapat cara
tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan
terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
2) Setiap Orang
yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan
atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya sekurang-kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat
diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus
menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah
terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus
tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda
Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera
memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai
Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan
Elektronik jika:
c.1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data
pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
c.2. Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat
menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan
Tanda Tangan Elektronik; dan dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk
mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran
dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik
tersebut.
3) Untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik, setiap
Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang mana Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan
Elektronik dengan pemiliknya.
4) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia;
berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia dan
b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing, yang
beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.
5) Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik harus menyediakan informasi yang akurat, jelas,
dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi
Penanda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri
pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan
keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.
Untuk Pengaturan tentang Penyelenggaraan Sistem
Elektronik diatur pada pasal 15 – 16, yaitu Setiap Penyelenggara Sistem
Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta
bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya
dan bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya ( kecuali
dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau
kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik ).
Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang
tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem
Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum:
a. dapat
menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara
utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan
Perundang-undangan;
b. dapat melindungi
ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi
Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi
sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut;
d. dilengkapi dengan
prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol
yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem
Elektronik tersebut; dan
e. memiliki mekanisme
yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban
prosedur atau petunjuk.
Sedangkan pasal 17- 22 mengatur tentang
transaksi elektronik dan hal-hal yang terkait dengan transaksi elektronik
1. Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat
dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat, yang mana para pihak yang
melakukan Transaksi Elektronik wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi
dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama
transaksi berlangsung.
2. Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam
Kontrak Elektronik mengikat para pihak, yang mana para tersebut memiliki
kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik
internasional yang dibuatnya, tetapi jika para pihak tidak melakukan pilihan
hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan
pada asas Hukum Perdata Internasional.
3. Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan
forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif
lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi
Elektronik internasional yang dibuatnya, tetapi jika para pihak tidak melakukan
pilihan forum maka penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang
mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata
Internasional.
4. Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus
menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati, kecuali ditentukan lain oleh
para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang
dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima, dan persetujuan atas
penawaran Transaksi Elektronik tersebut dilakukan dengan pernyataan penerimaan
secara elektronik.
5. Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi
Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen
Elektronik, dengan ketentuan,
a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang
bertransaksi;
b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala
akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab
pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala
akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab
penyelenggara Agen Elektronik.
c1. Segala akibat hukum menjadi tanggung jawab
penyelenggara Agen Elektronik. Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan
gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara
langsung terhadap Sistem Elektronik,
c2. Segala akibat hukum menjadi tanggung jawab
pengguna jasa layanan. Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan,
6. Ketentuan terkait dengan tanggung jawab
penyelenggara agen elektronik tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan
terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem
Elektronik.
7. Penyelenggara Agen
Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang
dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi
yang masih dalam proses transaksi.
Tak hanya itu, penjelasan mengenai nama domain, hak kekayaan intelektual,
dan perlindungan hak pribadi sudah tercantum dalam UU ini, tepatnya pasal 23.
Pasal 23 ayat 1 membolehkan setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat untuk memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar
pertama. Namun, pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan
usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain. Sehingga, setiap
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena
penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak untuk
mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain itu
Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat , Pemerintah
berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan. Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain
oleh masyarakat. Untuk Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah
Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.( pasal 24 ) Untuk para pemilik situs internet, jangan kuatir mengenai
Hak cipta. Sebab, Pasal 25 menyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan
karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan
Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Dan juga
penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data
pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan,
kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan . Setiap Orang yang
dilanggar haknya dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan
berdasarkan Undang-Undang ini. ( pasal 26 )
Dalam hal penyelesaian sengketa , diatur di dalam pasal
38-39 , yaitu siapapun atau setiap Orang dan atau masyarakat dapat
mengajukan gugatan secara perwakilan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak
yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi
yang menimbulkan kerugian, sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan. Untuk Gugatan perdata
dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, selain penyelesaian
gugatan perdata, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase,
atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Dalam pasal 40-41, diatur terkait peran
pemerintah dan masyarakat .
Pemerintah :
Pemerintah :
1. memfasilitasi
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2. melindungi
kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan
Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum,
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
3. menetapkan instansi
atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib
dilindungi(Instansi atau institusi harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam
cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk
kepentingan pengamanan data dan juga sesuai dengan keperluan perlindungan data
yang dimilikinya
Masyarakat :
Dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi
melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi
Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini, dan dapat diselenggarakan
melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat yang dapat memiliki fungsi
konsultasi dan mediasi.
Penyidikan dan alat bukti dalam undang-undang ite ini
diatur dalam pasal 42-44 Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini, dilakukan dengan
a. memperhatikan perlindungan terhadap privasi
b. berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan
ketentuan dalam Undang-Undang ini
c. Memperhatikan kerahasiaan, kelancaran layanan
publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan . Dan untuk melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan
terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus
dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat serta penyidik wajib
menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
Penyidik : Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
Wewenang penyidik ( pasal 43 ):
a. menerima
laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan
ketentuan Undang-Undang ini;
b. memanggil setiap
Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka
atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait
dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c. melakukan pemeriksaan
atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
d. melakukan pemeriksaan
terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini;
e. melakukan pemeriksaan
terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi
Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan
Undang-Undang ini;
f. melakukan
penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat
untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
g. melakukan penyegelan
dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang
diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
h. meminta bantuan ahli
yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan
Undang-Undang ini; dan/atau
i. mengadakan
penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai
dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
j. dalam hal melakukan
penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta
penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh
empat jam.
k. penyidik Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan
dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
l. dalam rangka
mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik,
penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi
informasi dan alat bukti.
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut (
pasal 44 )
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Perundang-undangan; dan
b. alat bukti lain
berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3)
Adapun perbuatan-perbuatan yang
dilarang disertai dengan sanksinya diatur dalam pasal 27-52
-
Perbuatan yang
dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita
Kebencian dan Permusuhan)
Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan
Informasi)
Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?))
Pasal 45
Ayat 1 , Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) , yaitu Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak : mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian,
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan pemerasan dan/atau pengancaman.
Ayat 2, Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2), yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik dan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA).
Ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12
(dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah). Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, yaitu Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan
secara pribadi
Pasal 46
Ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah). Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), yaitu Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
Ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus
juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2), yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun
dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik.
Ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah) Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), yaitu Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau
Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui,
atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 47
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah). Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) ,
yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang
lain dan melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu
Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak
menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan,
penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang sedang ditransmisikan.
Pasal 48
Ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah). Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), yaitu
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan,
memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
Ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9
(sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah). Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), yaitu
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
Ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah). Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) , yaitu
Terhadap perbuatan Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.yang
mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang
tidak sebagaimana mestinya
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah). Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, yaitu Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang
berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem
Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 50
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah). Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) , yaitu
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan,
atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang
dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang
sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses
dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
sampai dengan Pasal 33.
Pasal 51
Ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah). Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 , yaitu Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah). Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 , yaitu Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan
kerugian bagi Orang lain.
Pasal 52
Ayat 1 , dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok,
dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut
kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak
Ayat 2 ,Dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga, dalam
hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan
untuk layanan publik
Ayat 3,Diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok
masing-masing Pasal ditambah dua pertiga, dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer
dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak
terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga
internasional, otoritas penerbangan
Ayat 4, Dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga,
dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal
37 dilakukan oleh korporasi.