PANDANGAN HIDUP KASUS TERORISME INDONESIA

by - April 23, 2010


Teror bom yang terus bergulir yang terus meluncur tak terkendali, merugikan banyak orang, yaitu para korban yang mati dan terluka. Islam dan kaum Muslimin juga panen fitnah akibat aksi teror yang didalangi manusia-manusia “sakit” itu. Akal ratusan juta masyarakat Indonesia selama berminggu-minggu dicekoki secara intensif oleh isu teror dan kekacauan opini. Tanpa disadari, isu teror itu telah menciptakan ketakutan publik yang sangat massif. Berita perburuan, penangkapan, penahanan, interogasi, penyerbuan, penembakan, pengepungan, pengrusakan, razia di jalan, kampanye keamanan, dll. menjadi makanan sehari-hari. Belum lagi munculnya sikap curiga, prasangka buruk, fitnah, serta tindakan-tindakan boikot sosial kepada orang-orang tertentu yang tampak memiliki “ciri teroris”.

Sasaran teror adalah simbol-simbol Barat. Kapitalis Barat sangat nyata mengalir ke negri ini, celakanya bukan memberi kemakmuran dan keadilan pada rakyat seperti digembar-gemborkan oleh pihak penguasa atau pemerintah, justru kapitalisme itu memperlebar “ketimpangan” hidup dan kehidupan rakyat. Karenanya Barat menjadi metaphor keserakahan yang harus dihentikan. Inilah yang sering disebut terorisme Global. Terorisme Global ini menebar ketakutan pada dunia, atas ketimpangan globalisasi. Secara eksplisit para teroris itu ingin menunjukkan penolakkan terhadap jenis modernitas dan sekularisasi. Simbol meodernitas dan sekularisasi adalah Barat.
Kalau kita monitor secara seksama dinegara kita, kebanyakan teroris itu menyerang akses barat sebagai wujud perlawanan terhadap kecongkakan globalisasi. Sudah beberapa tahun silam diingatkan oleh para pakar, oleh para pemikir sosial bahwa globalisasi telah membagi masyarakat dunia kedalam kelompok-kelompok pemenang, penerima keuntungan dan pecundang. Terorisme global adalah perlawanan para pecundang terhadap pemenang. Para pecundang punya dalih bahwa globalisasi merupakan “pencabutan cara-cara hidup tradisional dengan jalan kekerasan”.

Selain itu, ajaran Islam sendiri menjadi olok-olok banyak orang. Konsep negara Islam (Daulah Islamiyyah), sistem Kekhalifahan Nabi, Jihad Fi Sabilillah, pedoman Al Qur’an dan Sunnah, ideologi Islam, Syariat Islam, dll. hari ini menjadi bulan-bulanan manusia-manusia berlidah api. Mereka manfaatkan isu terorisme untuk menyerang Allah dan Rasul-Nya, melecehkan ajaran Islam, menghina warisan sejarah Islam, dan menebarkan fitnah-fitnah luar biasa.
Sungguh sangat keji perbuatan manusia-manusia nista itu. Mereka sudah tahu, bahwa selama itu berbagai kalangan Islam telah susah-payah menjelaskan, bahwa islam tidak mengajarkan terorisme. Islam mengajarkan sikap adil, bukan menjadi pengecut. Tetapi manusia-manusia nista itu tetap saja menyerang Islam, menyerang Daulah Islamiyyah, menyerang para Mujahidin, menyerang ideologi Islam, menyerang ajaran Nabi Saw, menyerang Allah dan Rasul-Nya. Padahal semua simbol-simbol kesucian Islam itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan terorisme.
Bagaimana mungkin, agama allah yang maha suci dipaksa bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan teror hina? Sungguh, andai kita mendiamkan masalah ini, tanpa memberi peringatan, mungkin bangsa ini akan hancur karena kebejatan moral elit-elit tertentu yang gemar menistakan agama Allah. Termasuk aksi “diam 1000 bahasa” para politisi yang selama ini mendapat jabatan dan kepuasan setelah menjual agama dengan harga murah.
Maka sekarang kita harus berbuat sesuatu, sekuat kesanggupan diri kita, untuk menghindari adzab Allah yang akan ditimpakan kepada bangsa yang durhaka. Kita harus menegakkan izzah islam, ketika manusia-manusia berhati syaitan berlomba ingin merobohkan izzah itu.
Pandangan negatif soal terorisme ini masalahnya adalah sederhana saja: kekeliruan dalam menafsirkan doktrin agama, “the perversion of religious interpretation”. Mereka bukan pahlawan kaum miskin dan pejuang ketidakadilan. Dan sudah seharusnya kita tak usah menganggap mereka sebagai pahlawan, entah pahlawan dunia Islam apalagi kaum miskin yang menjadi korban ketidakadilan. Mereka adalah penjahat. Titik! Ayat-ayat Quran yang selama ini mereka pakai untuk menjustifikasi tindakan mereka tidak akan bisa menyelamatkan mereka dari kutukan publik.

You May Also Like

0 Comments

-Please Provide Your Comments-