SANG KEDUA

by - December 11, 2019


Terkadang cinta tidak pernah untuk satu. Wahai hati yang kedua, selamanya kau akan menjadi yang paling perih. Kamu menjadi yang harus mengalah. Mengalah yang tidak berujung, rasa remuk hati dan tetesan air mata yang entah kapan berakhir.  Kamu tahu sebenarnya yang kedua itu pilu, semesta pun akan mengutuk karena kamu ada di posisi itu. Celaan pun akan mengalir kamu dengar. Logika dan hatimu akan selalu perang tanpa tahu bagaimana semestinya. Tapi sebelumnya, tolong bantu aku menjawab pertanyaan ini. “Bisakah kau membohongi rasa hati?”

Tak bisa aku elakkan bahwa cinta telah tertahta di dua hati yang tidak pasti. Saat aku lupa posisi bahwa semesta tengah mengutuk, saat itu pula rasanya cinta yang aku rasa sepenuhnya untukku. Sayang dan perhatian yang aku rasa darinya telah memberi energi bahagia untuk jiwaku. Dia seperti benteng yang siap menahan saat aku jatuh tersungkur. Saat aku dan dia memiliki satu rasa sakit yang sama, dan kita saling menguatkan dengan penuh kasih sayang, saat itu rasanya hati berdesir seraya berkata “you are the only one”.

Waktu berjalan semakin panjang dan dia (yang sebenarnya termiliki) semakin terpahat di dalam hatiku. Dulu, sebelum mengenalmu aku terbiasa dengan sepi, aku kuat dan mandiri mengerjakan segala sesuatu walau sendiri. Tapi setelah kau datang, dan kala kamu jauh tidak bersamaku, saat itu aku merasa sepi tak bersahabat, saat itu rasanya sepi terasa sakit. Saat itu aku benar-benar merasa sangat membutuhkanmu. Kamu menjadi orang yang selalu aku cari saat tidak di sisi, namamu yang aku harapkan ada di samping saat aku duduk sendiri. Tuhan, bagaimana mungkin aku sebegininya dengan dia (yang sebenarnya termiliki). Tuhan, hatiku terasa sakit.

Akan aku lanjutkan uraian lirih hati sang kedua. Aku mengutuk dan menyumpahmu saat aku tahu kamu menghampiri dia. Dan aku coba untuk menutup mata, namun ternyata menutup mata adalah cara yang di miliki cemburu untuk menusukku lebih sakit. Aku menahan air mata saat kamu salah sebut namaku dengan namanya, walau genggaman tangan itu menyusul tanda maaf. Dalam posisi seperti ini hatiku selalu berkata “tolong selamatkan aku”.

Kasih, bahagia bersamamu setara dengan rasa sakit yang menyayat hati ini. Entah sampai kapan. Aku dan kamu akan tetap menjadi rahasia.

You May Also Like

0 Comments

-Please Provide Your Comments-