GEREJA KATEDRAL, bangunan besar nan kukuh berdiri megah di seputaran Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, ini selalu menarik perhatian. Bangunan itu persis berhadapan dengan Masjid Istiqlal, Jakarta. Dari kejauhan, menara ini seakan muncul dari balik puncak-puncak hijaunya pohon. Gereja yang diresmikan pada 1901 berdasarkan arsitektur bergaya neogotik dari Eropa ini menjadi salah satu bangunan ibadah yang memiliki pesona dan karisma tersendiri di Ibu Kota.
Keindahan arsitektur gereja semakin
terasa ketika memasuki halaman utama, kesan lapang terasa kental. Putih alami
dinding gereja membuat nuansa klasik mengusik siapa pun yang datang untuk
beribadah atau sekadar berjalan-jalan menikmati keindahan bangunan yang
dirancang Pastor Antonius Dijkmans ini. Peletakan batu pertama bangunan ini
dilakukan Provicaris Carolus Wenneker. Dari bagian depan Katedral, tepatnya di
atas pintu masuk, terdapat tiga puncak menara yang menjulang tinggi.
Masing-masing menara memiliki nama dan makna tersendiri. Menara kecil di
tengah-tengah atap dengan sebuah ukiran lingkaran di bawahnya dinamakan Menara
Angelus Dei.
Sementara itu, dua menara dengan tinggi
60 meter dari atas tanah, di sisi kanan dan kiri Angelus Dei, masing- masing
dinamakan Benteng Daud dan Menara Gading. Secara umum, Katedral dibangun
menyerupai salib berukuran raksasa, dengan panjang 33 x 17 meter. Ruang altar
dibuat setengah lingkaran, sedangkan ruang utama dihiasi enam tiang berukuran
raksasa yang menjulang menyentuh langit-langit.
Keindahan bangunan ibadah ini semakin
terasa dengan langit-langit yang dibuat melengkung dari kayu jati berwarna
cokelat mengkilap. Kesan agung dan sakral semakin terasa ketika menginjakkan
kaki di pintu masuk. Ditempat ini, terdapat batu pualam putih yang menempel di
dinding, yang bertuliskan Marius Hulswit architectus erexit me 1899-1901, yang
berarti "aku didirikan oleh arsitek Marius Hulswit pada 1899-1901".
Walaupun pada prasasti disebut hanya
Hulswit sebagai arsiteknya, cukup banyak bukti bahwa Dijkmans-lah yang membuat
sketsa-sketsa pertama dari gereja berkapasitas 900 lebih umat ini. Keberadaan
Dijkmans sebagai pembuat gambar asli diungkapkan Romo Kurris SJ, yang menemukan
arsip Jesuit di Nijmegen, Belanda, tentang data dan gambar yang ditandatangani
Dijkmans.
Denah dasar gereja ini bisa ditemukan di
ruang museum sekarang ini. Suasana di dalam gereja yang memiliki tiga lonceng
berinskripsi dengan bahasa Latin tersebut akan semakin sakral ketika
pendar-pendar matahari menembus kaca jendela yang didesain berukuran besar khas
bangunan Eropa. Dari kaca patri beraneka warna akan terpantul kilau keemasan
matahari. Keindahan interior gereja dipadukan cahaya matahari yang masuk lewat
kaca jendela, membuat pengunjung betah berlama-lama. Tidak jauh dari pintu
masuk utama, bagi pengunjung yang ingin menyaksikan koleksi-koleksi benda
bersejarah dan antik milik gereja, bisa naik ke lantai dua dengan menyusuri
tangga yang terbuat dari kayu jati.
Di sepanjang dinding tangga menuju ruang
museum, pengunjung dimanjakan dengan keberadaan foto-foto bersejarah yang
menggambarkan proses pembangunan gereja dari awal hingga kondisi Jakarta tempo
dulu. "Museum ini tidak menutup diri dari masyarakat umum. Mahasiswa
ataupun pelajar boleh datang mengunjungi museum ini," ujar pengelola
Museum Katedral, Jakarta, Eduardus Suwito. Relawan yang telah dua tahun bekerja
sebagai pengurus Museum Katedral, Jakarta, itu melanjutkan, dulunya Gereja
Katedral belum memiliki museum.
Namun, atas kepedulian Romo Kurris SJ
terhadap benda-benda tua bersejarah, akhirnya pada 1988, Katedral bisa membuat
sebuah museum setelah mengumpulkan benda-benda bersejarah yang dulu letaknya
terpisah-pisah. "Waktu itu, Romo Kurris SJ menunjukkan kepeduliannya
terhadap benda-benda bersejarah gereja dengan mengumpulkan benda-benda milik
gereja, kemudian membuat museum," ungkap laki-laki ramah yang biasa
dipanggil dengan nama Edo tersebut.